Islam sungguh kaya akan nilai-nilai
pendidikan. Banyak ditemukan di Al Qur’an perintah untuk mempelajari dan
merenungi kekuasaan Allah. Islam sungguh kaya akan nilai-nilai pendidikan. Saat
membaca Alquran, kita akan dengan mudah menemukan ayat yang secara tersurat
atau tersirat menyuruh kita untuk mempelajari dan merenungi kekuasaan Allah. Ayat
pertama yang diwahyukan kepada Rasulullah SAW bahkan secara tersurat berisi
perintah untuk membaca. “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (a’laqah).
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Prof
Dr Salman Harun dalam Tafsir Tarbawi menjelaskan, kata iqra dalam ayat tersebut
berarti menghimpun, menggabungkan. Artinya yakni menghimpun huruf-huruf menjadi
kata, frasa, dan kalimat. Terjemahannya adalah membaca. Membaca di sini berarti
menghimpun informasi. Menurut Prof Salman, informasi yang sistematis adalah
ilmu pengetahuan yang bersifat akumulatif. Artinya, terus berkembang karena
kemampuan manusia membaca.
Konteks “membaca” dalam ayat ini
tidak terlepas dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Artinya, membaca dalam upaya
untuk mengenali Sang Maha Pencipta. Itulah mengapa perintah membaca tersebut
bersifat umum dengan meliputi ayat qauliyah (teks Al Qur’an) dan ayat kauniyah
(alam semesta). Banyak ditemukan di Alquran perintah untuk mempelajari dan
merenungi kekuasaan Allah. Alam yang juga ayat Allah dinyatakan secara
eksplisit dalam QS Ali Imran ayat 190-191: “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.” Tidak hanya menyuruh kita membaca, Allah SWT juga memerintahkan
kita untuk menanamkan pendidikan karakter yang kuat dalam keluarga. Salah
satunya yakni ayat yang mengetengahkan tentang ketetapan Allah SWT kepada
manusia untuk menyembah-Nya dan berbuat baik kepada orang tua.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada
kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya.” (QS al-Isra: 23). Allah Ta’ala
meletakkan orang tua setelah Diri-Nya sebagai objek pengabdian. Hal itu menunjukkan
tingginya kedudukan orang tua dalam hal sasaran pengabdian itu. Pengabdian
kepada Allah dengan menyembah-Nya dan berbuat baik karena-Nya, sementara
pengabdian kepada orang tua dengan berbuat baik kepada keduanya. Berbuat baik
yang dibahasakan sebagai ihsana dijelaskan sebagai memberi lebih dari kewajiban
dan mengambil kurang dari hak. Berbuat baik yang dibahasakan sebagai ihsana
dijelaskan sebagai memberi lebih dari kewajiban dan mengambil kurang dari hak.
Artinya adalah mendahulukan kepentingan pihak yang lebih pantas didahulukan.
Dalam hal ini adalah kepentingan orang tua daripada kepentingan diri sendiri. Aspek
pendidikan jasmani tidak luput dari perhatian Al Qur’an. Kita bisa melihatnya
dari QS Hud ayat 52 : “Dan (dia berkata), ‘Hai kaumku, mohonlah ampun kepada
Tuhan kalian lalu bertobatlah kepada-Nya. Niscaya Dia menurunkan hujan yang
sangat deras atas kalian, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatan
kalian. Dan janganlah kalian berpaling dengan berbuat dosa.” Ayat ini
ditafsirkan bila mereka meminta ampun atas dosa-dosa mereka dan tidak melakukan
kembali dosa-dosa itu, Allah menjamin akan mencurahkan nikmat-Nya kepada
mereka. Nikmat itu dalam bentuk curahan rezeki dari langit, terutama hujan
untuk masa itu yang sesuai dengan mata pencaharian mereka, yakni bertani.
Di samping itu, Allah menjanjikan kekuatan rohani sebagai tambahan terhadap kekuatan fisik mereka. Apalah arti kekuatan fisik suatu bangsa bila tanpa disertai kekuatan rohani, yakni akhlak, seperti kejujuran, disiplin, dan sebagainya. Banyak ditemukan di Al Qur’an perintah untuk mempelajari dan merenungi kekuasaan Allah. “Dan tatkala dia cukup dewasa, Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Yusuf ayat 22). Kedewasaan (syidd, jamaknya asyuddah) adalah kematangan fisik dan mental. Para ahli berbeda pendapat mengenai batas mulai kedewasaan. Ada yang menyatakan 20, 30, 33, dan 35 tahun. Akhir kedewasaan itu dimaknai 40 tahun. Setelah itu, manusia menginjak usia tua yang ketika itu kesempurnaan fisik dan mental akan mulai menurun. Saat Yusuf menginjak usia dewasa itu diberi Allah hukm (hukum). Kata itu berasal dari hikmah yang secara harfiah berarti mengendalikan. Hikmah adalah kemampuan mengendalikan diri karena pikirannya sudah matang. Artinya, hikmah adalah kemampuan berpikir, memilah, menganilisis, dan memilih (memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk). Hikmah adalah kemampuan mengendalikan diri karena pikirannya sudah matang. Yusuf juga diberi-Nya ‘ilm (‘ilmi) yang berarti ilmu, yaitu transfer ilmu pengetahuan yang benar. Pengetahuan itu tentu mendalam mengenai Tuhan, manusia dan alam. Karena itu, rohaninya kaya dan matang. Orang yang kaya rohaninya akan mempraktikkan ilmu yang dimilikinya. Alam yang juga ayat Allah dinyatakan secara eksplisit dalam Ali Imran ayat 190-191: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka'.” Ayat tersebut secara harfiah artinya tanda, yaitu tanda adanya Tuhan Yang Mahakuasa. Al Qur’an dan alam merupakan tanda adanya Allah Yang Mahakuasa itu. Hal itu karena kekukuhan dan kebenarannya. Al Qur’an amat kukuh dan benar bahasanya, strukturnya, isinya, dan sebagainya yang tidak akan mungkin dijiplak apalagi ditandingi manusia.
Oleh : A Syalaby Ichsan
Sumber : https://www.republika.id/
Comments
Post a Comment