Guru Besar Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia Prof Hasbullah Thabrany menyebutkan zat
adiktif pada rokok berpengaruh terhadap tingkat kecerdasan seseorang. "Kalau
mabuk zat adiktif mana bisa kita memproduksi generasi yang baik?" katanya
dalam acara pernyataan sikap mendukung pengaturan pengamanan zat adiktif di
Jakarta, Rabu (6/12/2023). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2021
mengungkapkan angka perokok pada anak mencapai 9,3 persen atau 3,2 juta orang.
Hasbullah mengungkapkan kebiasaan tersebut dapat memengaruhi tingkat kecerdasan
(IQ) pada seseorang. Tingkat kecerdasan, lanjut Hasbullah, memengaruhi daya
nalar seseorang terhadap segala sesuatu. Ia menyebutkan kurangnya daya nalar
perokok salah satunya terjadi pada perokok yang menggunakan uang belanja
keluarga untuk membeli rokok, bukan untuk membeli makanan yang bergizi. "IQ
rata-rata orang Indonesia sekitar 87-90. IQ rata-rata orang Singapura, China,
Taiwan, Hong Kong di atas 100. Bagaimana bisa bersaing kalau IQ jongkok ?
Daripada membeli rokok mending dibelikan telur atau susu yang membuat otak
orang menjadi cerdas," ujarnya. Bukti lainnya, lanjut Hasbullah, dapat
ditemukan dalam berbagai ajang olahraga tingkat mancanegara yang diikuti
Indonesia. Menurutnya, prestasi suatu negara dalam ajang olahraga internasional
mencerminkan kecerdasan, fisik, dan kesehatan negara tersebut. Hasubllah
menilai perilaku merokok merupakan perilaku yang umumnya dilakukan oleh orang
yang sedang berada dalam kecemasan. "Nanti yang ada bukan Indonesia Emas,
tapi malah Indonesia Cemas," ucapnya. Untuk itu, Hasbullah mendorong
kepada pemerintah untuk segera menetapkan pengaturan pengamanan zat adiktif
dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksana Undang-Undang Kesehatan
(RPP Kesehatan). Tujuannya agar generasi muda tidak dimabuk zat adiktif dalam
rokok (karbonmonoksida, nikotin, tar, hidrogen sianida, benzena, formadehida,
arsenik, cadmium, amonia dan lain-lain). Terkait hal tersebut, Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI telah memastikan aturan soal pembatasan tembakau dan
produk turunannya tidak hilang dalam RPP Kesehatan. "Masih ada, kalau
hilang, hilang dong PP (109/12 tentang Pengamanan Zat Adiktif)," kata
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi
(28/11/2023). Nadia mengungkapkan saat ini proses penyusunan RPP Kesehatan
tengah berlangsung pada tahap harmonisasi dengan kementerian lain yang terkait.
Ia berharap proses penyusunannya dapat diselesaikan pada Desember ini.
Sumber : https://ameera.republika.co.id/
Comments
Post a Comment