Sejak tahun 2014 ketika pemilihan
umum (Pemilu) berlangsung di Indonesia, jasa buzzer mulai dilirik oleh
aktor-aktor politik tanah air. Hal ini dikarenakan media sosial menjadi salah
satu platform utama dalam kampanye politik. Buzzer dapat digunakan untuk
menyebarkan informasi dan propaganda politik kepada masyarakat luas. Istilah buzzer berasal dari bahasa Inggris
yang berarti lonceng, bel atau alarm. Dalam Oxford Dictionaries, buzzer
diartikan sebagai “An electrical device that makes a buzzing noise and is used
for signalling”. Artinya buzzer adalah perangkat elektronik yang digunakan
untuk membunyikan dengungan guna menyebarkan sinyal atau tanda tertentu. Dalam konteks media sosial, buzzer adalah
orang yang menggunakan akun media sosialnya untuk menyebarkan informasi atau
opini tertentu dengan tujuan tertentu. Tujuan buzzer dapat bermacam-macam,
mulai dari mempromosikan produk atau jasa, mengkampanyekan suatu isu, hingga
mempengaruhi opini publik. Felicia Riris Loisa, dalam jurnal berjudul Peran
Buzzer Politik dalam Aktivitas Kampanye di Media Sosial Twitter, Jurnal Koneksi
Vol. 2, No. 2, Desember 2018, halaman 353, menyebut setelah 2014 profesi buzzer
terbagi menjadi dua kategori, yaitu buzzer yang dilakukan dengan sukarela dan
buzzer yang dilakukan dengan permintaan.
Buzzer yang dilakukan dengan sukarela
adalah buzzer yang membagikan informasi dan propaganda politik secara mandiri,
tanpa arahan dari aktor politik tertentu. Buzzer ini biasanya adalah
orang-orang yang memiliki ketertarikan terhadap politik dan ingin ikut serta
dalam proses demokrasi. Serta memiliki prevensi politik tersendiri. Sedangkan
buzzer yang dilakukan dengan permintaan adalah buzzer yang bekerja untuk aktor
politik tertentu. Buzzer ini biasanya dibayar untuk menyebarkan informasi dan
propaganda politik yang telah ditentukan oleh aktor politik tersebut. Buzzer
ini biasanya memiliki keterampilan dan pengetahuan yang lebih mumpuni dalam
bidang media sosial dan komunikasi politik.
Biasanya buzzer yang dilakukan dengan permintaan ini yang dilirik oleh
para aktor politik untuk memenangkan pilkada, pileg, hingga pilpres. Hal ini
dikarenakan buzzer ini dapat menyebarkan informasi dan propaganda politik
secara lebih efektif dan tertarget.
Lebih dari itu, buzzer jenis ini memiliki kemampuan untuk memengaruhi
opini publik secara lebih efektif. Para buzzer ini dapat menggunakan berbagai
strategi, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan kampanye negatif,
untuk memenangkan pemilihan. Tak bisa
dipungkiri, fenomena buzzer politik di Indonesia telah menimbulkan berbagai
permasalahan, seperti penyebaran hoaks, polarisasi, dan menurunnya kepercayaan
publik terhadap demokrasi.
Dalam wawancara berjudul Buzzer
Politik dan Benalu Demokrasi, pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan
bahwa buzzer politik sering menggunakan metode doxing untuk menyerang lawan
politik. Doxing adalah tindakan mengungkapkan informasi pribadi seseorang,
seperti alamat, nomor telepon, atau data pribadi lainnya. Buzzer politik
menggunakan doxing untuk menyerang lawan politik dengan cara membuat mereka
malu atau terancam. Lebih lanjut, para buzzer politik juga tak segan
menenlanjangi karakter lawan politik dengan tindakan menyebarkan informasi
negatif, baik itu benar atau tidak. Informasi negatif tersebut dapat berupa
rumor, fitnah, atau informasi yang dipotong-potong untuk mengaburkan
kebenaran. Di Indonesia, para buzzer
politik juga melakukan panggilan buruk, bulliying, body shaming, dengan
menggunakan kata-kata kasar untuk menyerang seseorang yang dianggap berbeda
politik. Panggilan buruk digunakan untuk
menyakiti dan membuat orang tersebut terlihat buruk di mata publik. Ismail Fahmi mengatakan bahwa buzzer politik
sering menggunakan metode-metode tersebut untuk "kill the messengers"
untuk memengaruhi opini publik. Metode ini dapat digunakan untuk membungkam
kritik terhadap pemerintah atau kelompok tertentu. Selain itu, metode ini juga
dapat memecah belah masyarakat dan menciptakan iklim politik yang tidak
sehat. Sejatinya, metode-metode yang
digunakan oleh buzzer politik dapat berdampak negatif terhadap demokrasi.
Ulah buzzer tersebut, berimbas pada
orang takut untuk menyampaikan pendapat di ruang publik, karena takut akan
diserang oleh buzzer politik. Hal ini dapat menghambat kebebasan berekspresi
dan kebebasan berpendapat. Lebih dari
itu, buzzer politik juga menciptakan polarisasi. Buzzer politik sering
menggunakan bahasa yang provokatif dan memecah belah untuk menciptakan
polarisasi di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan masyarakat menjadi semakin
terpecah dan sulit untuk mencapai konsensus, yang dapat berujung pada
perpecahan dan konflik berdarah. Tindakan
buzzer politik yang memfitnah dan menghasut termasuk perbuatan buruk dan
tercela. Hal ini dikarenakan buzzer politik tersebut telah menyebarkan
informasi yang tidak benar dan menyesatkan, mengolok-olok, merendahkan lawan
politik serta dapat menimbulkan perpecahan dan konflik di masyarakat. Syekh Abu Bakar Al-Jazairi, dalam kitab
Aysarut Tafasir juz III, halaman 451, mengatakan dengan tegas bahwa haram
hukumnya mengolok-olok dan menghina seorang muslim. Pasalnya, perbuatan
tersebut dapat menyakiti hati orang lain, dan Allah SWT sangat membenci orang
yang menyakiti orang lain, terutama sesama orang Islam.
حرمة السخرية بالمسلم والاستهزاء به والضحك منه
Artinya, “Hukumnya haram
mengolok-olok, menghina dan menertawakan seorang muslim.”
Sementara itu Muhammad bin Umar
An-Nawawi Al-Jawi Al-Bantani dalam kitab Mirqat Su’udit Tashdiq Syarh Sullamit
Taufiq halaman menjelaskan bahwa setiap ucapan yang menyakiti orang Islam
seperti mengolok-olok dan menghina termasuk perbuatan yang dilarang . Pasalnya,
ucapan tersebut dapat menimbulkan perasaan sakit hati, malu, dan terhina pada
orang yang dituju. Karena itu, sebagai
seorang muslim seyogianya berhati-hati dalam berbicara dan berperilaku agar
tidak menyakiti hati orang lain. Kita harus selalu mengingat bahwa setiap orang
memiliki perasaan dan harga diri, sehingga kita harus menghormati dan
menghargainya.
والاستهزاء اي السخرية بالمسلم و هذا محرم مهما كان
مؤذيا كما قال تعالى : (يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ
قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ), و كل كلام مؤذ له اي للمسلم كاءفشاء
السر
Artinya, “Dan menghina, yaitu
mencemooh orang Muslim, dan ini adalah hal yang diharamkan, tidak peduli
seberapa menyakitkannya, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: “Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang
mengolok-olok).” (QS Al-Hujurat:11).
Dan setiap ucapan yang menyakiti orang Islam adalah seperti menyebarkan
rahasianya.” Lebih lanjut, terkait
menyebarkan informasi yang tidak benar dan menyesatkan yang didengungkan para
buzzer, juga masuk dalam perbuatan su’u
[tercela]. Pasalnya, hoaks dapat menimbulkan dampak negatif yang luas, baik
bagi individu maupun masyarakat. Bagi individu, hoakas menimbulkan kerugian
materiil maupun immaterial, seperti kehilangan pekerjaan, dirugikan secara
finansial, atau bahkan kehilangan nyawa. Sedangkan dalam konteks bermasyarakat,
penyebaran berita bohong dan menyesatkan dapat menimbulkan keresahan,
kebingungan, bahkan konflik sosial.
Imam Al-Mawardi dalam kitab Adabud Dunya wad Din mengatakan kebohongan
adalah sumber segala kejahatan karena dapat menimbulkan berbagai masalah. Ia
berkata :
والكذب جماع كل شر، وأصل كل ذم لسوء عواقبه، وخبث
نتائجه؛ لأنه ينتج النميمة، والنميمة تنتج البغضاء، والبغضاء تئول إلى العداوة، وليس
مع العداوة أمن ولا راحة
Artinya: "Dan kebohongan adalah
sumber segala kejahatan, dan asal segala celaan karena buruknya akibatnya, dan
busuknya hasilnya; karena ia menghasilkan fitnah, fitnah menghasilkan
kebencian, dan kebencian mengarah pada permusuhan, dan tidak ada keamanan atau
ketenangan bersama permusuhan". (Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Al-Basri
Al-Mawardi, Adabud Dunya wad Din, [Beirut, Darul Fikr: 1985], halaman
271).
Imam Al-Ghazali, dalam kitab Ihya
mewanti-wanti sebagai seorang muslim, seyogianya menghindari kebohongan dan
mengisahkan hal-hal yang mengarah pada kesalahan-kesalahan interpretasi. Hal
ini dikarenakan orang-orang awam seringkali tidak dapat memahami konteks atau
situasi yang sebenarnya, sehingga mereka akan mudah terpengaruh oleh
berita-berita yang tidak akurat atau menyesatkan. (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin,
[Beirut, Darul Fikr], juz i, halaman 37).
Lebih dari itu, kebohongan dan berita yang menyesatkan dapat menyebabkan
orang-orang awam mengambil keputusan yang salah. Misalnya, dalam konteks pemilu
jika ada berita yang mengatakan bahwa seorang pejabat korupsi, tidak beriman,
jarang shalat, dan tidak pro pada umat Islam, orang-orang awam mungkin akan langsung
menyalahkan kandidat tersebut tanpa mengetahui kebenarannya. Hal ini dapat
menyebabkannya kehilangan kepercayaan publik dan bahkan bisa kehilangan
kesempatannya dalam kontestasi politik yang adil dan bersih. Lebih dari itu, kebohongan dan berita yang
menyesatkan dapat merusak hubungan antar manusia karena menimbulkan
ketidakpercayaan dan konflik. Terlebih jika ketika kebohongan atau berita yang
menyesatkan mengandung SARA, dampak ledaknya akan semakin kencang. Pasalnya,
SARA hal yang sensitif dan dapat memicu emosi negatif, seperti kebencian dan
kemarahan, yang dapat berujung pada konflik sosial yang dalam.
فاليحذر الكذب وحكاية احوال توميء إلى هفوات او
مسهلات يقصر فهم العوام عن درك معانيها او عن كونها هفوة نادرة مردفة بتكفيرات متداركة
بحسنات تعطى عليها فإن العامى يعتصم بذلك في مساهلاته و هفواته
Artinya, “Maka hendaklah hindari dari
kebohongan dan menceritakan keadaan yang menyiratkan kesalahan atau kelalaian
yang tidak dapat dipahami oleh orang awam, atau sebagai sebuah kesalahan yang
sulit ditebus dengan perbuatan baik. Sebab orang-orang awam akan menjadikan
berita tersebut sebagai tendensi atas perbuatan meremehkan dan
kesalahannya.”
Dengan demikian, Islam memandang
buzzer politik yang memfitnah dan menghasut dengan sangat negatif. Hal ini
karena fitnah dan hasutan merupakan dosa besar dalam Islam. Semoga kita semua
dapat terhindar dari fitnah dan hasutan, baik di dunia politik maupun di
kehidupan sehari-hari.
Oleh : Ustadz Zainuddin Lubis
Sumber: https://nu.or.id/
🥶
ReplyDelete