Perintah
membaca merupakan ajaran agama yang pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad saw
kepada umatnya. Perintah membaca adalah ayat pertama dari wahyu pertama.
Perintah membaca adalah pelantikan Muhammad saw sebagai seorang nabi dan rasul
utusan Allah. Dengan membaca umat Islam akan dapat melaksanakan ajaran agama
Islam dengan baik dan benar. Dengan perintah membaca pula, umat Islam dan
bahkan umat manusia pada umumnya, akan memperoleh ilmu pengetahuan. Dan dengan
ilmu pengetahuan, umat manusia akan mendapatkan kebahagiaan, baik kebahagiaan
di dunia maupun kebahagiaan di akhirat. Dalam berbagai literatur keagamaan
disebutkan bahwa pilihan pada ilmu jauh lebih mulia daripada harta, karena ilmu
menjaga pemiliknya sedangkan harta dijaga oleh pemilik itu sendiri. Memiliki
harta membuat sang pemilik tidak bisa tidur nyenyak karena selalu
dibayang-bayangi ketakutan. Takut kalau-kalau hartanya hilang dicuri orang.
Sebaliknya, memiliki ilmu justru membuat sang pemilik dilindungi dari kesulitan
hidup.
Tradisi
Membaca dan Memaknai
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa budaya baca bangsa Indonesia termasuk dalam kategori
yang paling rendah di dunia, bahkan di Asia. Rendahnya budaya baca ini, bukan
hanya pada masyarakat umum, tetapi juga pada guru, dosen, siswa dan mahasiswa.
Pada merekalah budaya baca dititipkan. Karena mereka inilah kelak menjadi
sumber ilmu di tengah masyarakat. Kegemaran membaca dan memaknai hasil bacaan,
paling pertama dan utama, mestinya ada pada mereka ini. Namun sayang sekali,
kenyataan yang kita dapati, terkadang seorang guru atau dosen membaca kurang
dari satu jam per hari, padahal guru atau dosen itulah orang yang diberikan
amanah untuk melakukan trans- formasi ilmu kepada siswa atau mahasiswa setiap
hari. Ki Supriyoko, menyebutkan bahwa World Bank di dalam salah satu laporan
pendidikannya, Education ini Indonesia From Crisis to Recovery (1998)
melukiskan begitu rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Dengan
mengutip hasil study dari Vincent Greanary, dilukiskan siwa-siswi kelas enam SD
Indonesia dengan nilai 51,7 berada di urutan paling akhir setelah Filipina
(52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0), dan Hongkong (75,5). Dengan
mengemukakan data ini, dimaksudkan untuk memerlihatkan kemampuan membaca siswa
kita memang paling buruk dibandingkan dengan negara lain.
Ahmad
Baedowi, Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta, menyebutkan bahwa
kebiasaan membaca yang kurang baik itu, dapat dilihat dari jumlah buku-buku
baru yang terbit di negeri ini, yaitu hanya sekitar 8.000 judul buku setiap
tahun. Bandingkan dengan Malaysia yang menerbitkan 15.000 buku baru setiap
tahun, Vietnam 45.000 judul buku tiap tahun, sedangkan Inggris menerbitkan
100.000 judul buku setiap tahunnya. Jumlah judul buku baru yang demikian itu,
menunjukkan betapa budaya baca masyarakat kita masih tergolong sangat rendah. Fakta
lainnya, dapat dilihat pada tingkat kunjungan perpustakaan, baik di perguruan
tinggi maupun di sekolah/madrasah. Siswa dan mahasiswa lebih senang duduk-duduk
di bawah pokon kayu di kampus/sekolahnya, ketimbang harus masuk perpustakaan
membaca buku. Kalaupun mereka masuk perpustakaan, kebanyakan di antaranya
hanyalah membaca koran dan bukan membaca buku-buku referensi utama yang kelak
dijadikan bahan dalam penulisan karya ilmiahnya.
Fakta-fakta
yang ditemukan di atas, menunjukkan kepada kita bahwa minat, tradisi, dan
budaya baca bangsa kita berada di bawah rata-rata, bila dibandingkan dengan
negara-negara lain. Padahal, salah satu indikator untuk menilai kualitas suatu
bangsa adalah seberapa besar tradisi dan budaya bangsa itu dalam hal membaca.
Sebab, membaca merupakan kunci utama untuk peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Dengan membaca, maka akan mendapatkan ilmu pengetahuan. Francis Bacon
menyatakan, ilmu pengetahuan adalah kekuatan, siapa pun pelaku dan pemiliknya. Sejarah
mencatat, bahwa Fir’aun seorang manusia besar yang namanya diabadikan dalam
sejarah. Ternyata, kekuasaannya dibangun tidak semata-mata ditopang oleh
kekuatan militer, tetapi juga dengan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah
disebutkan, pada saat Fir’aun berkuasa, dia memiliki perpustakaan pribadi
dengan koleksi sejumlah 20.000 judul buku.
Seperti
disebutkan di muka, membaca adalah perintah pertama yang diturunkan oleh Allah
swt kepada Nabi Muhammad saw. Perintah membaca ini adalah sekaligus
pengangkatan dirinya sebagai seorang nabi dan rasul utusan Allah. Ayat yang
pertama kali turun tersebut adalah surat al-Alaq ayat 1-5. Ayat pertama ini
mengandung perintah membaca untuk mencerdaskan diri. Membaca dengan mata,
membaca dengan pikiran, membaca dengan hati. Perintah untuk mencerdaskan diri
melalui iman, ilmu dan amal, harus dimulai dengan membaca. Membaca haruslah
menjadi budaya bagi umat Islam, sebab perintah pertama yang dititahkan Allah
swt kepada Muhammad saw adalah perintah membaca, baik membaca yang tersurat
maupun yang tersirat. Membaca secara eksplisit tentu apa yang tertuang di dalam
Kalam Allah (ayat qauliyah), maupun membaca secara inplisit melalui alam raya
(ayat qauniyah).
Suatu
hal yang sangat menarik adalah di dalam ayat ini kata-kata iqra’ atau perintah
membaca terdapat pengulangan. Hal ini memberikan isyarat kepada kita bahwa
kecakapan membaca tidak diperoleh kecuali dengan mengulang-ulang bacaan atau
membaca hendaknya dilakukan sampai batas maksimal kemampuan, tetapi juga untuk
mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang bacaan bismi rabbika (dengan nama Tuhanmu)
akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru walaupun yang dibaca adalah
itu-itu juga. Mengulang-ulang membaca al-Qur’an akan menambah wawasan baru,
mensucikan jiwa, menerangkan bathin dan bahkan menambah pemahaman baru
sekalipun yang dibaca adalah itu-itu juga, membaca alam raya secara
berulang-ulang akan mambuka tabir rahasia alam semesta, menambah perkembangan
ilmu pengetahuan dan bahkan menambah kesejahteraan ummat manusia.
Al-Qur’an
yang dibaca oleh Rasulullah saw beserta sahabat-sahabatnya pada masanya dan
al-Qur’an yang dibaca oleh umat Islam sesudahnya dan bahkan sampai dengan saat
sekarang ini adalah al-Qur’an yang itu-itu juga yang tidak mengalami perubahan
walau satu huruf sekalipun, tetapi pemahaman dan pe- nafsiran orang terhadap
al-Qur’an itu mengalami perkembangan yang luar biasa dari zaman Rasulullah saw
sampai dengan saat ini. Hal ini sama dengan membaca alam raya yang dilakukan
oleh orang-orang zaman dahulu kala dengan yang dilakukan oleh orang-orang zaman
modern, yang dibaca tetaplah alam raya yang itu-itu juga, tetapi hasil dari
pembacaan itu mengalami perkembangan yang sangat luar biasa sebagaimana yang
kita saksikan pada zaman modern saat ini. Perintah membaca telah direalisasikan
dengan penuh kesadaran oleh oleh para sahabat dan generasi sesudahnya.
Akibatnya kita menyaksikan peradaban Islam menjadi sokoguru peradaban dunia
yang menguasai dua pertiga jagat ini. Peletak dasar ilmu- ilmu yang ada
sekarang lahir dari tangan-tangan para ulama yang memiliki kegilaan dalam
membaca. Para ulama adalah orang-orang yang sangat mencintai buku-buku. Mereka
memiliki hubungan yang kuat dengan buku. Mereka senang sekali menelaahnya,
karena menganggap buku sebagai gudang dan sumber ilmu pengetahuan.
Tradisi
Menulis dan Meneliti
Lebih
parah lagi adalah tradisi menulis dan meneliti. Tetapi sejarah mencatat bahwa
rupanya tradisi membaca di kalangan kaum Muslimin di masa lalu boleh dikata
sangat tinggi, di samping tradisi menulis dan meneliti. Di antara sekian banyak
ulama yang memiliki kegilaan terhadap membaca sekaligus menulis dan meneliti
adalah Al-Jahizh. Ulama ini, meskipun tidak setenar al-Ghazali tetapi jika
sedang memegang buku apa saja, maka ia akan membacanya sampai tuntas. Hal yang
sama dilakukan oleh al-Ghazali maupun al-Fathu. Al-Fathu misalnya, suka
menyelipkan buku di khuf (sepatunya). Dan ketika berdiri me- ninggalkan
khalifah al-Mutawakkil untuk keperluan buang air kecil atau untuk shalat, ia
keluarkan kitabnya lalu ia baca sambil berjalan hingga tiba ke tempat yang di
tujunya. Ketika pulangnya, ia melakukan hal yang sama sampai tiba di tempat
semula. Ulama lain yang mengikuti tradisi orang-orang hebat di atas adalah
Ismail bin Ishaq, setiap saat dia pasti memegang buku dan membacanya, atau
sekedar membolak-baliknya untuk mencari informasi perihal kitab-kitab baru.
Tradisi orang-orang seperti ini tumbuh karena kebiasaan pribadi dan keluarga.
Abu
Bakar al-Khayyath al-Nahwi, misalnya, menggunakan seluruh waktunya untuk
belajar termasuk ketika ia dalam perjalanan. Belajar yang dimaksudkan di sini,
sebagaimana tradisi kaum intelektual Islam tempo dulu, tidak saja membaca dan
me- maknai, tetapi juga menulis dan meneliti. Hasil bacaan dan maknaan terhadap
isi buku tertentu, lalu ditransformasikan ke dalam bentuk tulisan dengan
penelitian yang seksama dan akurat. Akibat hobinya yang kelewat serius di
jalan, al-Nahwi pernah jatuh ke lereng bukit lalu diinjak oleh binatang. Cerita
semacam ini tidak saja terjadi pada al-Nahwi tetapi juga para ulama terkemuka
lainnya di dunia Islam. Mereka itu memiliki tradisi “gila” membaca, memaknai,
menulis, dan meneliti, termasuk mengoleksi buku-buku untuk perpustakaan pribadi
mereka. Sebuah tradisi yang kini menghilang entah ke mana. Upaya mengembalikan
tradisi membaca, memaknai, apalagi menulis dan meneliti di tengah masyarakat,
paling utama adalah perlu dilakukan dari keluarga dan sekolah. Para orang tua
harus mampu menciptakan dan merangsang kesadaran anak-anaknya untuk banyak
membaca di rumah. Memberikan contoh dalam bentuk mendirikan perpustakaan mini
di rumah dan atau membawa mereka ke toko-toko buku, adalah salah satu upaya
efektif untuk menanamkan naluri gemar membaca, memaknai, menulis, dan meneliti.
Kenyataan menunjukkan, bahwa saat ini hanya sebagian kecil rumah yang mempunyai
perpustakaan dan sebagian besar para orang tua lebih banyak membawa anaknya ke
mall ketimbang ke perpustakaan.
Sementara
itu, di sekolah para guru bisa melakukan pembelajaran bagi anak didiknya untuk
sering dan betah berada di perpustakaan. Para guru di sekolah, harus dapat
mencari strategi baru dan jurus-jurus jitu, sehingga anak-anak didik lebih
betah berada di perpustakaan dan membaca buku, ketimbang harus ngobrol tak
menentu di luar. Sekolah dapat menempuh beberapa cara, seperti melakukan
ekspose buku-buku baru secara berkala dan berjenjang yang disesuaikan dengan
tema dan subjek yang dipelajari. Selain itu, memberikan reward bagi peserta
didik yang paling banyak ke perpustakaan. Hal ini dibuktikan dengan daftar
hadir kunjungan perpustakaan dan banyaknya buku yang dibaca. Untuk menguji buku
yang dibaca, dapat dilakukan dengan cara menguji atau menanyakan kepada yang
bersangkutan isi dan kandungan buku yang dibaca. Selain itu, dapat juga
dilakukan dengan memperbanyak pemberian tugas menulis, atau lomba menulis
artikel yang bahan-bahan utamanya diambil dari perpustakaan. Atau dapat juga
dilakukan dengan pemberian tugas penelitian atas buku tertentu yang ada di
perpustakaan. Namun demikian, paling penting adalah menanamkan tradisi membaca,
menulis, dan meneliti dalam diri masing-masing orang. Sebab, kesadaran yang
tinggi dari seseorang untuk membaca, menulis, dan meneliti, memudahkan orang
itu untuk mendapatkan berbagai ilmu yang tersedia di berbagai literatur
dunia.Prinsip membaca, menulis, dan meneliti, tidak boleh memandang dari mana
ilmu itu datang tetapi bagaimana memanfaatkan ilmu itu untuk kebaikan umat.
Sepanjang ia mengandung nilai-nilai ke- benaran dan kebaikan, maka dia harus
diterima sebagai milik umat Islam yang hilang. Wallahu a’lam.
Oleh
: Dr. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A. (Kepala Biro AUAK IAIN Metro)
Sumber : https://www.metrouniv.ac.id
NRP : 233040035
ReplyDeleteNAMA : Moreno Wisesa Daffa G
M.Riyyadu Solihin - 233040027
ReplyDeleteM. Fabregas G.S - 233040078
ReplyDeleteDera Triyadi Fatimah - 233040146
ReplyDeleteRival Anugrah Azi Febrian - 233040007
ReplyDeleteHikmal Maulana - 233040091
ReplyDeleteAlfi Mifta Nurhakim - 233040013
ReplyDeleteNRP : 233040065
ReplyDeleteNama : Emeralda Iffatud Diana
Ilona Aqila Zahra - 233040127
ReplyDeleteNRP : 233040041
ReplyDeleteNama : Ariska Putri
Muhammad Andriansyah - 233040010
ReplyDeleteDhaffa Galang Fahriza - 233040024
ReplyDeleteCHANDRA HARKAT RAHARJA - 233040089
ReplyDeleteEllen Aplida Zalni - 233040061
ReplyDeleteFauzi Ahmad Ramdani - 233040019
ReplyDeleteMuhammad Rianda - 233040092
ReplyDeleteHilman Zaldi - 233040020
ReplyDeleteAqillah Lean - 233040017
ReplyDeleteRiki Rikandi - 233040025
ReplyDeleteIqbal Nurfikri - 233040086
ReplyDelete